08 November 2010

Ainun Mardhiah...Dalam Kenangan


Ainun Mardhiah...Dalam Kenangan

Persahabatan kita dimulai di tahun 1993, waktu itu kita bertemu di Law Firm Kartini Muljadi & Rekan. Pasang surut hubungan pertemanan selalu mewarnai persahabatan kita selama 17 tahun. Meskipun kita cuma sempat bekerja dalam satu kantor selama 3 tahun namun pertemanan itu telah berhasil berubah menjadi persahabatan yang tidak pernah usang yang hanya dapat dipisahkan oleh kematian. Tidak mudah memang untuk terus mempertahankan hubungan persahabatan denganmu mengingat sifat dasar kita yang sangat mirip, yaitu keras kepala.

Inun, dibalik sifatmu yang penuh pertentangan dan kontroversi, engkau memiliki kelembutan dan kebaikan hati. Dari seorang teman yang sulit untuk bersepakat, belakangan telah berubah menjadi sahabat yang paling menyenangkan, penuh perhatian, teman curhat yang sabar, tetap mau mendengarkan keluh kesah setiap sahabatmu termasuk aku sementara beban penyakit yang kau derita sungguh tidak ringan.

Pada satu titik terendah hubungan persahabatan kita tiga tahun yang lalu, aku mendapat kabar darimu bahwa kau divonis sakit kanker. Pada saat itu sempat terbayang mengenai pilihan mengenai akhir perjuanganmu melawan kanker, akankah kau mampu memenangkan pertempuran melawan kanker atau akankah kau menyerah seperti orang-orang lainnya yang tidak mampu menang melawan kanker. Barangkali tidak tepat mengatakan ‘tidak mampu menang’ melawan kanker, seakan-akan kanker tersebut sesuatu yang harus diperangi dan jikapun peperangan itu ada, seolah-olah kita yang mengendalikan apakah kita mampu untuk memenangkannya atau tidak sementara seluruh hal yang terjadi pada diri kita dan hidup kita, tidak lepas dari ijinNya.

Inun, masih terngiang ditelingaku pembicaraan kita di malam terakhir sebelum Allah mulai mengambil kesadaranmu satu hari sebelum kepergianmu. Pada saat kubacakan doa permohonan kesembuhan bagimu apabila Tuhan belum menetapkan ajalmu saat ini, dan pernyataan keikhlasan apabila telah sampai janjimu kepadaNya. Selesai mendengarkan doa kamu terdiam sejenak sebelum melanjutkan perkataanmu seraya menggoyangkan telunjuk yang kau arahkan kepadaku, kau menyuruh aku untuk tidak lagi ngotot berdoa untuk kesembuhanmu.

Aku terkejut melihat reaksimu. Kenapa memangnya jika aku mendoakan kesembuhan bagimu. Kau berkata “jangan doakan kesembuhan bagiku, karena kesembuhan bukanlah satu-satunya tujuan doa, aku tidak ingin diberi kesembuhan apabila setelahnya aku kembali lagi menjadi diriku yang dulu”.

Sungguh terkejut aku mendengar perkataanmu. Belakangan setelah kepergianmu sahabatku, aku merenungkan ucapanmu pada malam itu. Agaknya ucapanmu tidak sepenuhnya salah, bahkan sangat benar, menyadarkanku betapa terbatasnya pengetahuanku akan kebutuhanmu. Sungguh Allah Maha Tahu.

Ingin kukutip satu paragraph dalam buku Syekh Abdul Qadir Jaelani yang mengatakan “Wahai orang fakir, janganlah engkau bercita-cita menjadi kaya, boleh jadi kekayaan itu menjadi penyebab kehancuranmu. Dan engkau wahai orang sakit, janglah bercita-cita untuk sehat, boleh jadi hal itu menjadi sebab kebinasaanmu”.

Inun, sahabatku tersayang, bisa jadi kamu belum sempat membaca buku tersebut, namun ucapanmu sejalan dengan apa yang tertulis dalam buku yang berjudul “Menjadi Kekasih Allah” karangan Abdul Qadir Jaelani yang terkenal itu.

Sejenak aku flash back, dalam 17 tahun persahabatanku denganmu, sedikitnya tercatat 5 kali kita mengalami pasang surut. Kita sempat berargumentasi dalam cara pandang kita terhadap akidah dan tauhid. Kita mempunya perbedaan pandangan yang cukup tajam. Pada saat kudengar darimu bahwa kau baru saja divonis kanker, aku tahu bahwa kau akan memulai jalan panjang berbatu yang mungkin akan menghempaskanmu di sana sini. Tiga tahun telah kau jalani dalam kondisi kesakitan luar biasa. Namun kau pun memahami, tiga tahun tersebut adalah masa pencucian jiwamu sebelum Allah memanggilmu persis sebagaimana yang kau pinta ketika berdoa di depan kabah saat kita menunaikan ibadah haji hampir 5 tahun yang lalu. Dari mulutmu kudengar langsung betapa kau pernah melantunkan permintaan kepada Allah swt agar dibersihkan.

Keinginanmu saat itu merupakan keinginan seorang hamba untuk menunjukkan penghambaannya kepada Sang Khalik. Pada hari itu sesungguhnya kau telah menyerahkan dirimu kepadaNya meskipun saat itu kau sendiri pun belum memahami arti penyerahan yang sesungguhnya.

Masa sakitmu selama 3 tahun adalah tahapan baru dalam hidupmu. Di hari kau dinyatakan sakit oleh dokter, sesungguhnya pada hari itulah kau dilahirkan kembali. Ujian yang diberikan oleh Allah kepadamu telah membukakan hijab diantara kau dan Sang Pencipta. Melalui sakitmu, Allah mencurahkan kasih sayangNya kepadamu. Melalui penderitaan panjang, isak tangis kesakitan, perasaan yang menyesakkan hingga kedamaian dalam tahajud di keheningan malam, kau menemukan jalanmu kembali kepada Sang Maha Penyayang.

Aku bersyukur untuk kesempatan yang diberikan Tuhan kepadaku untuk bisa meluangkan waktu yang cukup panjang bersamamu selama sebulan terakhir hidupmu meskipun rasanya waktu sebulan itu tidak pernah cukup mengingat kau meninggalkan kami semua selamanya. Akhir pekan silam merupakan kesedihan luar biasa bagi kami berempat, Ninin, Meiny, Dita dan aku sendiri, para sahabatmu yang selalu kau sebut sebagai ‘gank Troll’ mengingat akhir pekan selama sebulan terakhir telah menjadi kegiatan rutin kami berempat untuk menjengukmu di rumah sakit.

Ainun, sahabatku, sahabat kami tercinta, inginnya kulukiskan betapa indahnya persahabatan yang pernah terjalin di antara kita, penuh warna warni yang menghiasi perjalanan hidup dalam babak kedua usia dua puluh tahun kita. Kata-kata sepertinya tidak pernah cukup bisa menggambarkan rasa kehilanganku, kehilangan kami berempat juga keluargamu atas kepergianmu. Kami hanya bisa berjanji satu sama lain untuk tetap mengikat dan melanjutkan persahabatan ini hingga maut memisahkan. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik bagiku.

Selamat jalan sahabatku, semoga Allah memberikan tempat yang terbaik bagimu di sisiNya dan kelak mempertemukan kita semua di surgaNya. Amin.

Untuk sahabatku tercinta Ainun Mardhiah

2 April 1970 - 2 November 2010.

Rasuna, 8 November 2010

Nela Dusan

No comments: