27 October 2008

In memoriam Ibu Retty Surjanah

Innalillahi wa innailaihi rojiun...

Baru kemarin siang kita semua alumni SMA Negeri 31 angkatan 87 ketemu menyambung silaturahmi, sempat terselip percakapan dengan beberapa teman yang menyebut nama almarhumah, bahkan Sri sempat bercerita menanyakan sesuatu kepada ibu Syafrida mengenai almarhumah, meskipun sempat terbersit keingintahuan tapi entah kenapa pertanyaan itu tidak terucap. Kenapa dengan ibu Retty? Sakitkah atau ada hal lain? Sungguh tidak sampai lidah ini bertanya.

Hari ini saya baca email dari Jack, ibu Retty sudah tiada. Ibu Retty punya tempat tersendiri di hati saya, sejenak memori melambung kembali ke tahun 86-87, seperti putaran proyektor. Ada saya dengan seragam putih abu2, terkadang (sering sebenarnya) dengan Umar (semoga masih ingat ya Mar), berdiri berhadapan dengan beliau, dengan pertanyaan yang sama, jawaban yang sama dan hukuman yang bervariasi. Semua dengan kesalahan yang itu-itu juga, selalu terlambat.

Bagi saya saat itu, kepala sekolah kita itu jauh dari tokoh ideal seorang guru yang memenuhi kriteria kita pada jaman itu. Orangnya kaku, galak, sangat disiplin (apalagi buat saya yg sangat serampangan saat itu), lurus, to the point, tidak menganggap popularitas sekolah sesuatu yang penting dibangun, seperti halnya dia tidak menganggap penting menjadi populer atau tidak di mata anak didiknya.

Lihat apa yang sudah dia lakukan untuk SMA 31 saat itu, khususnya tahun angkatan kita, pencapaian yang sampai saat ini masih saya rasakan fantastis, terutama untuk ukuran sekolah yang berlokasi di pelosok seperti itu lebih dari 170 anak mendapat tempat di berbagai universitas negeri dan STAN. Bahkan barangkali jumlah anak 31 yang masuk FHUI pada tahun 87 merupakan jumlah terbanyak, melebihi sekolah2 ngetop lain di Jakarta ini. Tapi, kita tidak terbiasa menyombongkan diri di luar (barangkali karena tidak tahu caranya), kita terbiasa diajarkan bersikap sederhana, sesederhana kepala sekolahnya. Saya kira ibu Retty secara diam-diam telah mengajarkan kepada kita semua mengenai kesederhanaan dan kesahajaan sikap. Tanpa kata-kata beliau mengajarkan kita melalui contoh, sikap hidupnya sendiri, ntah saya yang kuper atau tidak update informasi, tapi yang jelas saya tidak pernah mendengar selentingan atau gosip apapun mengenai komersialisme atau konsurmerisme dalam kehidupannya, tidak selama yang saya kenal beliau.

Kita adalah anak-anak sekolah 'kampung' yang mampu berdiri sejajar dengan anak-anak jebolan sekolah top dimanapun dibelahan lain di Jakarta ini. Meskipun memiliki kepala sekolah yang sangat keras, namun saya tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa masa tiga tahun saya di SMA 31 merupakan salah satu masa dalam hidup ini yang ingin saya kenang sampai saya jompo nanti, dan pasti ibu Retty, tokoh sentral kehidupan saya saat itu, tidak akan lepas dari pembicaraan saya. Selamat jalan ibu Retty Surjanah, semoga Allah mengampuni dosa dan kekhilafan Ibu dan menerima semua amal ibadah Ibu yang tulus. Amin.

No comments: